Makalah Perkembangan Koperasi di Era Reformasi
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan koperasi
di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari periodisasi sejarah bangsa Indonesia. Selain
itu, perkembangan koperasi juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang
berkuasa. Sejarah Koperasi di Indonesia
dimulai ketika seorang patih di Purwokerto bernama R.Aria Wiraatmaja
mempelopori berdirinya sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang diberi nama
Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en
Spaarbank) pada tahun 1895. Pada perkembangannya, koperasi ini mendapat
hambatan dari pemerintah kolonial Belanda.
Untuk menghambat
koperasi bentukan R.Aria, Belanda mendirikan Algemene Volkscrediet Bank. Selain
itu, Belanda juga mendirikan rumah gadai, bank desa, dan lumbung desa. Upaya
Belanda untuk menghambat perkembangan koperasi juga dilakukan melalui
penerbitan peraturan Koperasi No. 431 tahun 1915. Peraturan ini memuat syarat
administratif yang sangat berat bagi pendiri koperasi, mulai dari masalah perizinan,
pembiayaan, maupun masalah-masalah teknis saat pendirian dan saat koperasi
menjalankan usahanya.
Seiring berjalannya
waktu, peraturan tersebut ditinjau kembali oleh Belanda melalui Panitia
Koperasi yang diketuai Dr. J.H Boeke pada tahun 1920. Hasil peninjauan itu
adalah disusunnya peraturan koperasi No. 91 tahun 1927. P,eraturan ini
menetapkan syarat yang lebih longgar dari peraturan sebelumnya sehingga
mendorong berkembangnya koperasi.
Pada masa pendudukan
Jepang, perkembangan koperasi harus menyesuaikan dengan asas-asas kemiliteran.
Usaha koperasi dibatasi hanya untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang
dikobarkan oleh Jepang. Untuk itu,
Jepang membentuk suatu model koperasi yang bernama Kumiai. pada awalnya, Kumiai
dipropagandakan sebagai badan yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Pada perjalanannya, Kumiai
menyelewengkan asas koperasi dan berubah fungsi menjadi penyedia kebutuhan
perang bagi Jepang.
Setelah merdeka,
pemerintah RI menetapkan koperasi sebagai semangat dasar perekonomian bangsa
Indonesia. Koperasi dianggap sebagai perwujudan pasal 33 ayat 1 yakni usaha
bersama atas asas kekeluargaan. Menurut penjelasa pasal 33 UUD 1945, Koperasi
dinyatakan sebagai bangun usaha yang sesuai dengan sistem perekonomian yang
hendak dikembangkan di Indonesia. agar pengembangan Koperasi sesuai dengan
pasal 33 UUD 1945, pemerintah RI menyerahkan urusan Koperasi kepada Jawatan
Koperasi yang kemudian bertugas menyusun program-program pengembangan Koperasi.
Berkat kerja keras Jawatan
Koperasi, perkembangan koperasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sampai
tahun 1959, koperasi dapat dikatakan berkembang cukup pesat. Namun karena adanya sistem demokrasi liberal,
keberadaan koperasi menjadi terombang-ambing karena koperasi cenderung
dimanfaatkan sebagai alat politik.
Ketika Soekarno
mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, maka keberadaan koperasi terpaksa
disesuaikan dengan kebijakan politik pemerintah di masa itu. pemberlakuan
kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950 membuat pemerintah merberlakukan PP
No.60/1959 sebagai ganti UU No.79/1958 karena UU tersebut merupakan turunan
dari UUDS 1950 yang sudah tidak berlaku lagi.
Dalam PP No.60/1959
fungsi koperasi dinyatakan sebagai alat untuk melaksanakan praktik ekonomi
terpimpin. Pemberlakuan PP ini membuat koperasi berkembang pesat karena
banyaknya bantuan Pemerintah dan dipermudahnya syarat pendirian koperasi. Namun
kondisi tersebut tidak bertahan lama. Ketika Pemerintah menerbitkan UU No
14/1965, perkembangan koperasi kembali memburuk. Di masa ini koperasi identik
dengan alat bagi kepentingan kelompok tertentu.
Ketika Orde Baru
berkuasa, koperasi kembali mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No. 12/1967 sebagai ganti UU No. 14/1965.
Pemberlakuan UU baru ini disusul dengan rehabilitasi koperasi sehingga banyak
koperasi yang kemudian membubarkan diri karena tidak mampu menyesuaikan diri
dengan UU tersebut.
Perlahan tapi pasti,
pemberlakuan UU No 12/1967 membuat koperasi menjadi berkembang. Pada masa ini,
perkembangan koperasi ditandai dengan terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD). Di
samping itu, pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan pembangunan di
bidang-bidang lain.
Hasilya, jumlah
koperasi menjadi meningkat. Bila pada akhir Pelita I jumlah koperasi mencapai
13.523 buah, maka di akhir Pelita V jumlahnya menjadi 37.560 buah. Peningkatan
tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah angggota koperasi dari 2,5 juta
orang pada akhir Pelita I menjadi 19 juta orang pada akhir Pelita V.
Untuk meningkatkan
kemandirian koperasi, Pemerintah Orba membuat UU No. 25/1992 sebagai ganti UU
No. 12/1967. Dengan berlakunya UU No.
25/1992, maka terjadi perubahan mendasar dalam hal koperasi,baik dari segi
pengertian maupun pada aspek pengelolaannya.
Pengembangan koperasi
terus berlanjut hingga masa reformasi. Hal tersebut akan diuraikan pada Bab II.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimana
perkembangan koperasi di era reformasi?
2.Bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi?
2.Bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.Mengetahui
perkembangan koperasi di era reformasi
2.Mengetahui
upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi
BAB
II
Pembahasan
1.Perkembangan Koperasi di Era Reformasi
Setelah pemerintahan
Orde Baru tumbang dan digantikan oleh reformasi, perkembangan koperasi
mengalami peningkatan. Dalam era
reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian
kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan
tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Pembangunan
koperasi mengalami kemajuan yang cukup mengembirakan pada periode 2000 – 2003,
jika diukur dengan jumlah koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha.
Pertumbuhan jumlah koperasi meningkat dari 103.077 unit pada tahun 2000 menjadi
123.162 unit pada tahun 2003, atau meningkat 19,49%. Jumlah koperasi yang telah
melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) mengalami peningkatan seiring dengan
pertumbuhan jumlah koperasi. Jumlah koperasi yang melaksanakan RAT pada tahun
2000 sebanyak 36.283 unit meningkat menjadi 44.647 unit.
Jumlah
anggota koperasi pada tahun 2003 sebanyak 27,28 juta orang, meningkat 4,42 juta
atau 19,35% dari tahun 2000 sebanyak 22,85 juta orang. Periode pertambahan
jumlah anggota koperasi relatif besar terjadi pada periode 2002 – 2003 yang
meningkat lebih dari 3,279 juta orang. Hal ini diduga akibat meningkatnya
kemampuan koperasi memberikan layanan, terutama kegiatan simpan pinjam dengan
efektifnya dana bergulir untuk koperasi. Koperasi mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 226.954 orang yang terdiri dari 25.493 orang manajer dan 201.461 orang
karyawan pada tahun 2003 atau tumbuh 3,37% dari 219.559 orang pada tahun 2000.
Volume usaha koperasi
pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 37,02% menjadi Rp 31.682,95
miliar dari volume usaha koperasi pada tahun 2000 sebesar Rp 23.122,15 miliar.
Volume usaha koperasi ini setara dengan 7% dari volume usaha menengah di
Indonesia. Modal sendiri koperasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan
(38,12%) selama periode 2000 – 2003. Modal luar juga mengalami peningkatan yang
pesat sebesar 20,71% selama periode yang sama. Peningkatan modal luar ini
diduga sebagian berasal dari dana bergulir yang difasilitasi oleh pemerintah
(MAP, subsidi BBM dan lain-lain). Stimulan dana bergulir ini terbukti mampu
meningkatkan partisipasi anggota untuk bertransaksi dengan koperasi dan
meningkatkan partisipasi anggota dalam permodalan koperasi.
Pertumbuhan
sisa hasil usaha koperasi sebesar 168,59% pada periode 2000 – 2003 menunjukkan
angka yang mengembirakan, hal ini mengakibatkan profitabilitas koperasi yang
diukur dengan rasio profitabilitas modal sendiri meningkat dari 10,18% menjadi
19,79% pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan fasilitasi dan dukungan pemerintah
dapat meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya serta meningkatkan
layanan koperasi kepada anggotanya.
Selama periode 2000 –
2003, secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan yang
mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk
pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
- rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00,
- efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun
- rendahnya tingkat profitabilitas koperasi
- citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah
- kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah
- kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya. Hal-hal di atas perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah koperasi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari
Kementrian Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa di tahun 2007 ada 149.943 unit
koperasi dan koperasi aktifnya berjumlah 104.999 (70,02%). Pada tahun ini,
jumlah anggota yang tercatat masuk koperasi adalah 28.888.067 orang.
Namun di tahun 2008,
jumlah anggota koperasi mengalami penurunan menjadi 27.318.619 orang. Adapun
jumlah koperasi mengalami peningkatan sebanyak 3,45% dari tahun sebelumnya
menjadi 154.964 koperasi yang terdiri dari 108.930 koperasi aktif dan 46.304
koperasi pasif.
Tahun 2009-2013 jumlah
koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Data sampai Juni
2013 menyebutkan jika jumlah koperasi saat ini mencapai 200.808 buah dan
memiliki anggota sebanyak 34.685.145 orang.
Tahun
|
Jumlah
koperasi
|
Aktif
|
Tidak
aktif
|
Jumlah
anggota
|
2009
|
170.411
|
120.473
|
49.938
|
29.240.271
|
2010
|
177.482
|
124.855
|
52.627
|
30.461.121
|
2011
|
188.181
|
133.666
|
54.515
|
30.849.913
|
2012
|
194.295
|
139.321
|
54.974
|
33.869.439
|
2013
(s.d Juni)
|
200.808
|
142.387
|
58.421
|
34.685.145
|
Sumber:
Kementrian Koperasi dan UMKM
Tabel diatas menunjukkan bahwa koperasi mengalami perkembangan. Akan tetapi, peningkatan jumlah koperasi juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas koperasi. Selain itu, peningkatan jumlah koperasi yang tidak aktif harus disikapi secara bijaksana oleh Pemerintah. Upaya-upaya untuk mendorong perkembangan koperasi harus terus dilakukan pemerintah agar koperasi dapat bersaing di era ini.
2. Upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi
Pemerintah di
negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya
membangun koperasi. Keikutsertaan pemerintah negara-negara sedang berkembang
ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan
koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal
ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang
berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri (Baswir,2000)
Di era reformasi, kebijakan
pengembangan koperasi menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian Koperasi dan UKM
adalah unsur pelaksana pemerintah dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan
perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi
dan UMKM di Indonesia. Tugas Kementerian Koperasi dan UKM adalah merumuskan
kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta
pengendalian pemberdayaan koperasi dan UMKM di Indonesia.
Dalam
rencana strategis tahun 2004-2009 Kementerian Koperasi dan UMKM memiliki
tujuan:
1. Mewujudkan kondisi yang mampu
menstimulan, mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya 70.000
(tujuh puluh ribu) unit koperasi yang berkualitas usahanya dan 6.000.000 (enam
juta) unit usaha UMKM baru.
2. Menumbuhkan iklim usaha yang
kondusif bagi pengembangan usaha koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan
pemerintahan,
3. Meningkatkan produktivitas,
daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM di pasar dalam dan luar negeri,
4. Mengembangkan sinergi dan
peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM,
5. Memberikan pelayanan publik
yang berkualitas, cepat, tepat, transparan dan akuntabel.
Pengembangan
koperasi sejati merupakan salah satu wahana untuk mewujudkan adanya demokrasi
ekonomi di Indonesia. Strategi ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi
yang berkualitas sampai dengan tahun 2009. Untuk itu, perlu upaya menyempurnakan
Undang-undang Perkoperasian, meningkatkan administrasi dan pengawasan badan
hukum koperasi, pemberian bimbingan dan kemudahan kepada koperasi, serta
perlindungan kepada koperasi, dan perlindungan publik terhadap kegiatan usaha
koperasi. Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri dari:
a.
Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan Pemberian Badan Hukum (BH)
Koperasi
Kebijakan
ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketertataan dan ketertiban
administrasi pemberian badan hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan
hukum koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan pengawasan kegiatan
koperasi untuk meningkatkan akuntabilitasnya.
b.
Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi
Penerapan
jatidiri koperasi merupakan roh dari proses pengembangan koperasi sejati, yang
dilakukan melalui: pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, peningkatan
kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan AD/ART koperasi dan pemberdayaan
gerakan koperasi agar mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.
c.
Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi
Pengembangan
usaha koperasi dilakukan melalui upaya pemantapan identitas koperasi sebagai
badan usaha yang berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha,
pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal dan peningkatan daya
saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.
d.
Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi
Tugas
pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi
yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan
kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta
melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat.
Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat,
sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
kewirakoperasian.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan
UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini
bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang mampu melayani
lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan, sesuai dengan
prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.
Program Kemenkop dan UMKM juga
mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di
Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan
Usaha Kecil, antara lain mencakup:
- Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
- Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
- Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
- Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang baru.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan
Hasil dari program legislasi
tersebut adalah diberlakukannya UU No. 17 tahun 2012 sebagai pengganti dari UU
No.25 tahun 1992. Selain itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR : 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang
Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 17 April 2012 telah
terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa :
"Bagi
Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar segera menyesuaikan penggunaan
lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada Lampiran Peraturan Menteri
ini."
Pada Pasal 3 tertulis :
"Bagi
koperasi yang masih memiliki kop surat dan tatalaksana administrasi lainnya
dengan menggunakan lambang koperasi Indonesia yang lama, diberi kesempatan
selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli 2012 telah menyesuaikan dengan lambang
koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa :
"Dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka Lambang Koperasi yang lama dinyatakan
tidak berlaku."
BAB
III
Kesimpulan dan Saran
Perkembangan koperasi
tidak lepas dari peran pemerintah. Semenjak era kemerdekaan, permerintah
berusaha mengembangkan koperasi dengan membuat sejumlah program dan payung
hukumnya. Ketika orde lama berganti dengan orde baru, pengembangan koperasi
yang dominan adalah Koperasi Unit Desa.
Di era ini, peran
pemerintah sangat diharapkan agar koperasi mampu bersaing dengan badan usaha
lain. pemerintah harus terus memberikan pendampingan kepada koperasi dan juga
membuat program yang pro koperasi.
Daftar Pustaka
Baswir,Refrisond. 2000. Koperasi Indonesia. Yogyakarta: BPFE
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Contoh contoh makalah /
Ekonomi
dengan judul Contoh Makalah Perkembangan Koperasi di Era Reformasi. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://study-succes.blogspot.com/2013/11/contoh-makalah-perkembangan-koperasi-di.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Sunday, November 10, 2013
terimakasih ,
ReplyDeleteterimakasih ,
ReplyDelete